Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan pidato saat peluncuran Blue Print "Transformasi Penuntutan Menuju Indonesia Emas 2045" di The Westin Jakarta, 1 Agustus 2024. (Foto: Kejaksaan Agung RI)
Jakarta, 1 Agustus 2024 - Kejaksaan Agung Republik Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam menyongsong era baru penegakan hukum nasional melalui peluncuran Blue Print “Transformasi Penuntutan Menuju Indonesia Emas 2045” dan Dialog Publik mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Acara yang berlangsung di The Westin Jakarta ini dihadiri oleh Jaksa Agung, ST Burhanuddin, yang memberikan keynote speech bertema “Optimalisasi Peran Kejaksaan dalam KUHP Nasional”.
Dalam pidatonya, Jaksa Agung menyatakan bahwa kegiatan ini mencerminkan keseriusan Kejaksaan dalam menghadapi pemberlakuan KUHP Nasional, terutama dalam mengoptimalkan peran jaksa sebagai pengendali proses penuntutan. “Saya sangat menghargai upaya Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum beserta jajaran yang cepat merespons arahan institusi untuk mempersiapkan arah kebijakan menuju Indonesia Emas 2045,” ujar Burhanuddin.
Peluncuran Blue Print ini merupakan bagian dari persiapan menyambut reformasi hukum yang menjadi salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Dalam kesempatan ini, Jaksa Agung juga menegaskan pentingnya supremasi hukum yang berkeadilan, berkepastian, dan bermanfaat, sesuai dengan prinsip Hak Asasi Manusia.
Poin-Poin Penting dalam RPP Pelaksanaan KUHP Nasional
Jaksa Agung menekankan beberapa poin penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan RPP Pelaksanaan KUHP Nasional, di antaranya:
1. Pengaturan Hukum yang Hidup dalam Masyarakat: Kejaksaan harus memastikan bahwa peraturan yang dihasilkan memberikan peran signifikan bagi masyarakat hukum adat dalam menyelesaikan konflik sesuai norma hukum adat.
2. Asas Rechterilijke Pardon: Kejaksaan berperan penting dalam mendorong penerapan keadilan restoratif sebagai bagian integral dari proses peradilan pidana.
3. Grasi dan Perubahan Pidana Penjara: Peran Kejaksaan dalam pemberian pertimbangan terkait grasi, sejalan dengan fungsi mereka sebagai pelaksana putusan pengadilan.
4. Pengurangan Masa Pengawasan: Jaksa diberi wewenang untuk mengusulkan pengurangan masa pengawasan bagi terpidana yang berkelakuan baik.
5. Penghentian Perawatan di Rumah Sakit Jiwa: Kewenangan jaksa untuk menghentikan perawatan di rumah sakit jiwa berdasarkan pengajuan kepada hakim.
6. Peran dalam Pemidanaan Korporasi: Kejaksaan perlu memastikan peraturan yang jelas terkait pemidanaan terhadap korporasi.
Kolaborasi dan Sinergi Menuju Transformasi Indonesia 2045
Mengakhiri sambutannya, Jaksa Agung mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi dalam meningkatkan pemahaman tentang kedudukan dan peran jaksa dalam KUHP Nasional. “Kami berharap forum diskusi ini dapat menyelaraskan pandangan seluruh pihak terkait arah kebijakan supremasi hukum dan penegakan hukum yang lebih baik di masa depan,” pungkasnya.
Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, dan para akademisi terkemuka, serta para pejabat Kejaksaan dan perwakilan institusi hukum lainnya.
Transformasi ini diharapkan dapat menjadi landasan kuat bagi Kejaksaan RI dalam menjalankan tugasnya sebagai bagian dari game changers pembangunan nasional, menuju Indonesia yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan pada tahun 2045.(Ac)
#KejaksaanRI #KUHPNasional #IndonesiaEmas2045 #TransformasiHukum