JAM-Pidum Selesaikan Kasus Pencurian Tower Air dengan Restorative Justice


Jakarta - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, pada hari Kamis (20/6), memimpin ekspose untuk menyetujui 14 permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif. Salah satu kasus yang diselesaikan adalah kasus pencurian terhadap sebuah tower air terbengkalai oleh tersangka Agus Setiawan bin Tauzi dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara.

Tersangka Agus Setiawan, yang melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian, diketahui mencuri tower air berkapasitas 500 liter dari belakang Sekolah Dasar Negeri 04 Papan Rejo. Agus mengira bahwa tower air tersebut tidak lagi digunakan, sehingga ia memindahkannya ke kebun karet tanpa izin pihak sekolah. Rencananya, hasil penjualan tower tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, hingga ditangkap oleh pihak kepolisian, tower air tersebut belum laku terjual.

Setelah mempelajari kronologi kejadian dan motif tindakan tersangka, Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Utara, Mohamad Farid Rumdana, S.H., M.H., bersama Kasi Pidum, Hery Susanto, S.H., serta Jaksa Fasilitator, Eva Meilia, S.H., M.H., dan M. Arif Kurniawan, S.H., mengusulkan penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice. Dalam proses ini, tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada pihak sekolah, yang pada akhirnya menerima permintaan maaf tersebut dan meminta agar proses hukum terhadap tersangka dihentikan.

Permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini kemudian diajukan kepada Plt. Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung, I Gde Ngurah Sriada, S.H., M.H., yang setuju dengan usulan tersebut dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum. Setelah diekspos dalam rapat yang digelar pada Kamis, 20 Juni 2024, permohonan ini pun disetujui.

Selain kasus Agus Setiawan, terdapat 13 perkara lain yang juga diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif. Beberapa di antaranya adalah:

1. Tobi Irawan bin Anton dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
2. Dadan Ramadhan bin Subri dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Romli bin Syukur dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.
4. Tri Septiyono bin Wagiman dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu, disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Egi Elifen Malelak alias Egi dari Kejaksaan Negeri Kota Kupang, disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
6. Zainal Arifin bin Moch. Zaini dari Kejaksaan Negeri Surabaya, disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
7. Abdul Aziz M. Als. Aziz bin Mahfud dari Kejaksaan Negeri Surabaya, disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
8. I Mohammad Anas Abdoellah bin Abdoellah dan Ferli Darmayanto bin Anang Sugianto dari Kejaksaan Negeri Surabaya, disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
9. Amirza Ahmad bin Slamet dari Kejaksaan Negeri Surabaya, disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) jo. Pasal 106 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
10. Dika Alif Adilla bin Karmo Supriadi dari Kejaksaan Negeri Batu, disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
11. Erwin Dwi Prambudi Alias Nci bin Darianto dari Kejaksaan Negeri Kota Madiun, disangka melanggar Pertama Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Kedua Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
12. Muhamad Faisal Firmansyah bin Dedy Eka Sugiyanto dari Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan, disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
13. Andhi Yudadamayanto dari Kejaksaan Negeri Bojonegoro, disangka melanggar Pasal 44 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain:
- Proses perdamaian yang telah dilaksanakan di mana tersangka telah meminta maaf dan korban memberikan maaf.
- Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
- Ancaman pidana denda atau penjara terhadap tersangka tidak lebih dari 5 tahun.
- Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan, paksaan, atau intimidasi.
- Kesepakatan antara tersangka dan korban untuk tidak melanjutkan masalah ke persidangan demi manfaat yang lebih besar.
- Pertimbangan sosiologis dan respons positif dari masyarakat.

JAM-Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagai perwujudan kepastian hukum.

Kepala Pusat Penerangan Hukum

Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum.
Lebih baru Lebih lama
sidoarjofile.com - Menguak Yang Tersembunyi